Oleh : ANESA SATRIA, SH.MM.
Perang adalah peristiwa yang paling ditakuti setiap penduduk, di negara mana saja asalnya. Karena harta dan nyawa ketika itu, sangatlah tidak bernilai.
Bayangkan jika seandainya kita sedang dalam perang bersenjata melawan musuh entah dari negara mana, lalu tentara musuh itu sudah menduduki wilayah kita.
Saya yakin, kita semua akan berdiam di rumah atau bahkan mungkin dalam bunker atau ruang persembunyian khusus, karena takut kena peluru nyasar atau ledakan bom. Kita akan sukarela mengisolasi diri di dalam rumah kita, karena kita sadar betul bahaya yang dihadapi yaitu peluru atau bom!
Bagaimana jika musuhnya tidak terlihat, seperti Covid-19? Jangan salah, dahsyatnya sama seperti perang. Saat ini, manusia di dunia yang sudah positif terkena wabah ini adalah sebanyak 3.679.499 jiwa yang tersebar di 215 negara. Jumlah yang meninggal sebanyak 254.199 orang.
Sementara itu, di Indonesia jumlah yang sudah positif adalah 12.776 orang dan yang meninggal 930 orang, kalau kita melihat Provinsi Sumatera Barat terkonfirmasi positif sebanyak 270 orang dan meninggal dunia berjumlah 17 orang. Sedangkan di kabupaten Padang Pariaman sampai saat ini, sebanyak 7 orang yang positif dan 1 orang meninggal dunia. Memang sangat fantastis dan grafiknya terus meningkat.
Namun ada yang meragukan angka itu, katanya lebih besar daripada jumlah itu. Ya bisa jadi, tetapi kita tidak sedang memperdebatkan angka-angka tersebut.
Saya ingin menyampaikan bahwa, bahaya yang kita hadapi ini nyata senyata-nyatanya. Memang musuh kita kali ini tidak nyata untuk mata orang awam, yaitu virus yang sangat mikro ukurannya. Tetapi jangan tanya daya mematikannya. Dahsyat..!
Musuh yang satu ini sama sekali tidak membedakan perempuan ataupun anak-anak, semua dihajar jika ketemu. Dia juga tak mengenal konsep hak asasi manusia atau HAM, sehingga mengurungkan niatnya untuk membunuh.
Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) termasuk larangan perpindahan penduduk antar wilayah (seperti mudik) adalah upaya kita untuk perang melawan musuh yang bernama Covid-19 ini.
Kalau begitu, pemerintah menerapkan PSBB serta larangan mudik itu sebenarnya untuk siapa? Apakah untuk pemerintah? Apakah untuk mengekang masyarakat? Apakah pemerintah sedang membuat susah masyarakat? Tidak! Semua untuk kita, para warga negara, supaya tidak terkena musuh yang mematikan itu.
Ketika perang bersenjata yang penuh desingan peluru atau ledakan bom, kita tidak peduli soal pasar buka atau tidak, lapangan kerja masih ada atau tidak, yang penting kita selamat dulu, yang penting nyawa masih ada. Kita rela membatasi diri semaksimal mungkin demi keselamatan kita.
Nah, bagaimana menghadapi si Covid-19 yang tak kalah ganas ini? Kita juga sedang berperang lho. Ancamannya nyata dan sudah banyak yang meninggal karenanya. Di Italia, pernah angka kematian mencapai 919 jiwa perhari, yaitu tanggal 27 Maret 2020. Hanya karena penduduknya tidak mematuhi PSBB versi mereka. Total angka kematian di Italia adalah 29,079 jiwa.
Jadi, PSBB atau larangan mudik bukanlah ulah pemerintah untuk mempersulit rakyat, sama sekali bukan. Itu adalah upaya memutus rantai penyebaran covid-19, supaya rakyat tidak mengalami kematian sia-sia karena serangan virus ini.
Para dokter, perawat, dan semua tenaga kesehatan, serta para relawan kita sedang bertempur dengan heroik di garis depan, melawan musuh dahsyat ini. Bahkan, sudah banyak diantara mereka yang gugur sebagai pahlawan dalam peperangan ini.
Kita pun dapat memainkan peran dalam peperangan ini. Caranya? Simpel saja, patuhi PSBB, larangan mudik atau perpindahan antar wilayah, pakai masker, jaga jarak dan lain sebagainya.
Dengan demikian kita sudah ikut serta mengurangi,bahkan memotong jalur peredaran musuh kita yang bernama Covid-19 itu.
Pada saat perang, secara spontan biasanya kesetiakawanan sosial akan tumbuh dan saling membantu antar kita. Nah, apalagi jika ada bantuan sosial atau social safety net dari pemerintah.
Covid-19 tidak ada kaitannya dengan politik. Pemerintah juga belum tentu benar semua, pasti ada kelirunya juga. Kita memang tidak boleh kehilangan daya kritis. Namun, kali ini patuhilah pemerintah dengan melaksanakan PSBB dan tidak mudik atau berpindah antar wilayah, demi nyawa kita semua. Kita pun belum tentu paham apa yang terjadi sesungguhnya dalam peperangan ini, kalau tidak punya ilmunya.
Tuhan menganugrahkan akal kepada manusia, supaya dapat digunakan untuk berpikir. Itulah sebabnya, Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika kaum itu tidak berupaya untuk mengubah nasibnya terlebih dahulu.
Indonesia tidak menerapkan lockdown, seperti di beberapa negara lain. Indonesia hanya menerapkan pembatasan sosial, yang berarti masih ada keleluasaan yang diberikan kepada masyarakat, namun dengan mematuhi berbagai protokol yang diberikan pemerintah.
Disisi lain, kepatuhan dan kemampuan menahan diri yang dilakukan masyarakat, hendaknya dibarengi dengan kesiapan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan warganya, selama PSBB ini diberlakukan.
Apabila hal itu tidak dilakukan, sama saja pemerintah berperang dengan rakyatnya. Mereka disuruh bersembunyi atau tidak keluar rumah agar tidak terkena virus yang mematikan, tetapi akhirnya meninggal juga karena kelaparan.
Diharapkan pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bentuk bantuan sembako ataupun uang tunai dari pemerintah, hendaknya dapat diberikan secara transparan, tepat waktu dan tepat sasaran.
Sehingga tujuan PSBB untuk memutus rantai penyebaran covid-19 bisa selaras dengan sikap masyarakat dalam mengikuti aturan sesuai protokol.
Akhirnya, jika semua ikhtiar dan daya upaya sudah dilakukan, semua kita kembalikan kepada Allah SWT Sang Pemilik Alam Semesta, karena Dia maha tahu apa yang terbaik untuk kita.
Stay heathy.!
Stay safe.!
Stay at home.!